KULON PROGO, KOMPAS.com - Gerakan masyarakat Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, melindungi dan melestarikan satwa penyu mengalami kendala keuangan sehingga kondisinya bak hidup segan mati tak mau.
Gerakan mereka selama ini tersalurkan lewat wadah Penyu Abadi Pantai Trisik. Kondisi Penyu Abadi (PA) saat ini berada pada pilihan bertahan atau menutup kegiatan yang sudah berjalan belasan tahun.
"Kami dilematis. Berhenti atau terus. Apa harus dilepas saja semua, habis itu tidak ada lagi," kata Jaka Samudra, Ketua Penyu Abadi, Minggu (19/8/2018).
Pantai di selatan Yogyakarta, termasuk di wilayah Kulon Progo, yang mencapai 24 kilometer panjangnya menjadi lokasi favorit penyu bertelur. Wilayah pantai itu meliputi empat kecamatan yakni Galur, Panjatan, Wates, dan Temon.
Pantai Trisik sendiri merupakan pantai wisata yang terletak di Dukuh Sidorejo, Kelurahan Banaran, Kecamatan Galur di Kulon Progo.
Baca juga: 70 Tukik Penyu Lekang dan Satu Penyu Hijau Dewasa Dilepasliarkan
Jaka mengatakan, penyu yang kerap mendarat dan bertelur di Trisik dan sekitarnya itu umumnya jenis lekang (Lepidochelys oliviacea) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Lekang suka bertelur di dekat rumput-rumput dan hamparan pasir landai, biasanya di antara Mei-Agustus.
Nelayan sepanjang pantai juga sering mendapati penyu indukan tersangkut jaring. Dulu, mereka menjual satwa ini, baik telur maupun ketika menjadi tangkapan tidak sengaja. Penyu yang mampir untuk bertelur jumlahnya terus menyusut hingga kini.
Perilaku warga berubah sejak aktivis perlindungan dan pelestarian penyu muncul di tengah mereka tahun 2002. Mereka kemudian dikenal sebagai Penyu Abadi sejak 2004. Banyak warga pantai dan nelayan khususnya di Trisik memilih menyelamatkan telur, menetaskannya, kemudian melepaskan anak-anak penyu ( tukik) itu ke laut.
Dalam perjalanannya, PA mengalami kesulitan mempertahankan upaya konservasi itu. Mereka kesulitan pembiayan, baik untuk mengganti telur yang ditemukan warga, menempatkannya di lokasi penetasan, menjaga telur, menetaskannya, memberi makan, dan mengganti berkala air asin.
Pegiat konservasi PA, Dwi Suryaputra mencontohkan, sering terjadi tukik terserang jamur di dalam kolam sementara. Diperkirakan jamur muncul akibat air asin yang tidak cocok. Mereka menyuplai air dari sumur buatan yang menampung air asin resapan.
"Kata peneliti UGM karena air asin tidak cocok maka kena jamur," kata Dwi.
PA perlu membangun sumur dan fasilitas penampung yang lebih baik untuk air asin laut. Air asin yang cocok diyakini bisa membuat tukik tumbuh lebih baik.
Namun, membangun fasilitas baru memerlukan dana tidak sedikit. Dwi mengatakan, mereka kesulitan karena tidak ada lagi pembiayaan dari donor.
"Sudah lama sekali tidak ada pendanaan lebih 8 tahun," kata dia.
Jaka mengatakan, bantuan pihak ketiga terakhir pada 2008. Bantuan itu berupa beberapa kolam dan akuarium transit sebelum tukik dilepas ke laut, area penetasan, alat filter, hingga pengukur suhu. Namun dalam perkembangannya, perawatan memerlukan biaya tinggi.
Tahun ini, kata Jaka, ada 1.700 telur yang ditemukan 17 orang. PA memerlukan biaya perawatan hingga melepaskan tukik setidaknya Rp 50.000 untuk satu tukik. Jaka memerinci, nilai itu untuk mengganti telur temuan warga Rp 5.000 per butir. Selebihnya untuk membiayai operasional, memberi pakan, sampai lepas liar.
"Transaksi uang tidak boleh. Saya jadi bingung. Padahal kami yang mengawali tapi dinas tidak ada yang membantu. Kalau pakai uang pribadi (terus) berat," kata Jaka.
PA kini memanfaatkan terobosan dengan cara membuka sumbangan sukarela dari berbagai komunitas. Salah satunya adalah Nissan Livina Club (NLC) asal Yogyakarta dan Jawa Tengah. Selain menyumbang, klub otomotif itu ikut melepaskan tukik ke pantai Trisik.
Baca juga: HUT ke-72 RI, Puluhan Ekor Tukik Dilepasliarkan
Anggota Seksi Kegiatan NLC Yogyakarta, Heri Sutanto mengatakan, kegiatan peduli lingkungan dan sosial bukan kegiatan baru dalam kebanyakan komunitas otomotif. Selain rutin menyumbang ke beberapa panti dan pertemuan antar anggota, komunitas mereka juga kerap ikut dalam aksi tanggap darurat, bakti sosial, hingga aksi lingkungan seperti menanam pohon.
Heri mengatakan, peduli lingkungan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tetapi juga harus tumbuh dalam masyarakat.
"Kita menggerakkan komunitas yang ada. Komunitas otomotif ada banyak dan akan efektif," kata dia.
Menurut Jaka, mengajak pihak ketiga merupakan salah satu cara mereka menggalang dana untuk memperpanjang nafas upaya pelestarian dan perlindungan penyu di pantai selatan Kulon Progo itu. Ke depan, katanya, ada banyak kelompok komunitas otomotif lain yang menyusul.
"Tidak ada patokan, seiklasnya saja," kata Jaka.
PenulisKontributor Yogyakarta, Dani Julius Zebua
EditorEgidius Patnistik
Baca Selengkapnya pada Konservasi Penyu di Kulon Progo, Hidup Segan Mati Tak Mau KOMPAS.com