Warga yang masih bertahan di area proyek Bandara Kulon Progo kembali bertani di lahan yang berada di luar kawasan IPL. Foto: Dok kuasa hukum PWPP.KP.
Kulon Progo - Meski seluruh rumah, bangunan, dan tanaman di dalam area proyek Bandara Kulon Progo/New Yogyakarta International Airport (NYIA) telah dirobohkan oleh PT Angkasa Pura, ternyata masih ada 19 kepala keluarga (KK) yang tetap bertahan di sana. Mereka tinggal di sebuah masjid di dalam kawasan Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara Kulon Progo yang memang hingga kini masih berdiri.
"Di masjid Al Hidayah, ada sekitar 19 KK yang masih bertahan di sana," kata kuasa hukum Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP.KP), Teguh Purnomo, saat dihubungi detikcom, Selasa (14/8/2018).
Menurut Teguh, para warga itu tidak akan angkat kaki dan berupaya mempertahankan bangunan masjid yang mereka tempati. Teguh mengaku para warga masih bisa beraktivitas seperti biasa meski berada di dalam area proyek yang telah dikelilingi pagar pembatas dan tanpa fasilitas penunjang.
"Warga memang berlatar petani saat ini menggunakan tanah petani lain di luar pagar yang merelakan tanahnya untuk digarap, bisa untuk menyambung logistik perjuangan mereka," ungkapnya.
"Mereka masih dapat beraktivitas, walau dengan keadaan kurang layak dan memprihatinkan. Akses (penunjang aktivitas warga) pelan-pelan dan pasti ditutup satu persatu (oleh Angkasa Pura)," sambungnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut ada catatan buruk dalam pembangunan Bandara Kulon Progo. Salah satunya soal proses pengosongan lahan yang dilakukan oleh Angkasa Pura.
Sementara itu, tahap pembangunan fisik Bandara Kulon Progo sudah dimulai sejak Juli lalu setelah proses pengosongan lahan rampung 100 persen. Angkasa Pura menargetkan pada April 2019 Bandara Kulon Progo sudah bisa beroperasional.
(sip/sip)
"Di masjid Al Hidayah, ada sekitar 19 KK yang masih bertahan di sana," kata kuasa hukum Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP.KP), Teguh Purnomo, saat dihubungi detikcom, Selasa (14/8/2018).
Menurut Teguh, para warga itu tidak akan angkat kaki dan berupaya mempertahankan bangunan masjid yang mereka tempati. Teguh mengaku para warga masih bisa beraktivitas seperti biasa meski berada di dalam area proyek yang telah dikelilingi pagar pembatas dan tanpa fasilitas penunjang.
"Warga memang berlatar petani saat ini menggunakan tanah petani lain di luar pagar yang merelakan tanahnya untuk digarap, bisa untuk menyambung logistik perjuangan mereka," ungkapnya.
"Mereka masih dapat beraktivitas, walau dengan keadaan kurang layak dan memprihatinkan. Akses (penunjang aktivitas warga) pelan-pelan dan pasti ditutup satu persatu (oleh Angkasa Pura)," sambungnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut ada catatan buruk dalam pembangunan Bandara Kulon Progo. Salah satunya soal proses pengosongan lahan yang dilakukan oleh Angkasa Pura.
Sementara itu, tahap pembangunan fisik Bandara Kulon Progo sudah dimulai sejak Juli lalu setelah proses pengosongan lahan rampung 100 persen. Angkasa Pura menargetkan pada April 2019 Bandara Kulon Progo sudah bisa beroperasional.
(sip/sip)