Harianjogja.com, KULONPROGO — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulonprogo berupaya mengendalikan pemotongan ternak sapi betina. Hal itu dilakukan untuk mencegah pengurangan populasi sapi yang bisa mengakibatkan adanya kelangkaan atau bahkan kepunahan.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo, Bambang Tri Budi Harsono mengatakan, ternak sapi betina yang masih produktif harus dipertahankan dan diperlihara agar tetap bisa beranak. Hal itu sesuai Undang-undang No.18/2009 jo Undang-undang No.41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Itu juga juga mendukung program swasembada daging melalui kegiatan SIWAB atau Sapi Induk Wajib Bunting," ujar Bambang, Jumat (30/6/2017).
Pengendalian pemotongan ternak sapi betina dilakukan melalui sosialisasi dan pengawasan dari sektor hulu maupun hilir. Sektor hulu menyasar pasar hewan, kandang kelompok ternak, dan kandang penampungan ternak. Bambang lalu mengungkapkan, setiap sapi usia produktif harus memiliki Surat Keputusan Sehat Reproduksi (SKSR) yang mesti ada saat proses jual-beli. SKSR dikeluarkan dokter hewan poskeswan wilayah setempat setelah melakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah ternak bersangkutan masih produktif atau tidak.
SKSR kemudian menjadi panduan tim saat melaksanakan pengawasan di sektor hilir, yaitu rumah potong hewan (RPH). Ternak betina yang akan dipotong harus dipastikan memang sudah tidak produktif. Pemotongan tidak boleh dilaksanakan tanpa adanya SKSR.
"Hingga Juni ini pemotongan di RPH Kulonprogo terdiri sembilan ekor sapi jantan dan empat ekor sapi betina tidak produktif," kata Bambang.