KULON PROGO, KOMPAS.com - Taman Bendung Kamijoro bagaikan magnet baru bagi Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Taman ini berada di Dusun Kaliwiru, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo.
Ribuan orang datang ke bendungan ini setiap harinya. Mereka berasal dari beragam kota baik dari pelosok-pelosok Kulon Progo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kota Yogyakarta. Tidak sedikit warga yang datang dari Jawa Tengah seperti Magelang, Purworejo, bahkan Surakarta.
Warga datang bukan hanya jadi wisatawan tetapi juga mengadu nasib untuk mendapatkan rezeki dari banyaknya wisatawan. Mereka berkendara dengan motor hingga mobil dan memenuhi kantong-kantong parkir di sekitaran dusun.
"Belum pernah saya lihat tempat (wisata) sampai didatangi orang sebanyak ini. Coba lihat, jembatan itu sampai penuhnya seperti itu," kata Budi Utomo, warga asal perbatasan Yogyakarta dengan Klaten.
Budi sengaja merekam momen keramaian ini untuk dokumentasi.
Taman merupakan bagian dari bendungan Kamijoro yang melintang seolah menahan derasnya aliran Sungai Progo, salah satu sungai terbesar yang membelah Yogyakarta. Bagian bendungan di sisi Timur berupa pintu sistem pengairan atau irigasi untuk sawah-sawah desa yang berada di Bantul dan sekitarnya.
Semua terhubung oleh pedestrian. Beberapa lokasi tanpa semenisasi ditumbuhi rumput gajah mini dan dihiasi tumbuhan warna-warni. Keberadaan taman ditambah eksotika jembatan membuat orang terus berdatangan.
"Tidak sangka orang datang sebanyak ini," kata Agung.
Taman Bendung Kamijoro mendapat perhatian besar sejak dua minggu terakhir. Mereka berkeliling di taman ini dan tampak tidak terlalu lelah. Mereka bisa duduk di mana saja karena banyak tempat rehat sejenak.
Pedagang asongan asal Bantul bernama Rahayu, 45 tahun, menceritakan, ia pernah menikmati keuntungan besar dalam sehari menjual jajanan pasar di taman itu. Ia menawarkan kacang rebus, arem-arem, serabi, minuman air mineral botol, hingga jagung rebut.
"Saat itu, pengunjung membeli 40 kilogram jagung rebus manis. Cuma di hari Minggu itu saja pernah sampai Rp 450.000," kata Rahayu.
Hasilnya jauh melebihi kerja keras menumbuk biji melinjo dengan ongkos 5000 per kg. "Lebih enak jualan seperti ini jadinya, apalagi sambil lihat orang. Semoga ini ramai terus, biar bisa jualan terus," kata Rahayu.
Kamijoro semakin naik daun seperti ini berkat media sosial. Warga terpancing untuk datang.
Seorang wisatawan asal Gamping, Bantul, bernama Risca, 45 tahun, berkunjung ke taman setelah melihat banyaknya postingan di Facebook dan Instagram. Foto-foto itu menarik dan cantik.
Ia datang satu mobil bersama 6 anggota keluarganya. Ia mengakui, Taman Bendung Kamijoro memang Instagramable.
"Kekurangannya masih gersang dan panas. Ada baiknya berkunjung saat sore saja. Selain itu risiko untuk anak yang berjalan dekat sungai. (Pengamannya) jembatan terlalu tinggi untuk anak," kata Risca saat berada si Kamijoro.
Umardini, 40 tahun, asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia menyempatkan mampir ke Kamijoro selagi jalan-jalan ke Yogyakarta. Menurutnya, taman ini ruang publik paling indah se-Kulon Progo.
"Saya sering jalan-jalan keliling Kulon Progo. Sejauh ini, taman ini paling indah se-Kulon Progo. Bila banyak tumbuhan dan lebih hijau, maka taman ini berpotensi viral di masa depan seperti hutan pinus Dlingo," kata Umardini.
Lahan Kolonjono
Awalnya, kawasan taman adalah tanah tak bertuan pada aliran sungai dengan luas sampai 7 hektar. Warga sekitar 60 kepala keluarga memanfaatkan tanah itu sebagai tempat menanam kolonjono, rumput untuk pakan kambing dan sapi. Warga kadang menjual pakan ternak in.
Tokoh warga Kaliwiru, Sugeng Lono Raharjo mengungkapkan, warga tidak menolak ketika pemerintah berniat membangun sebuah taman di lahan wedi kenser (istilah jawa pada bekas aliran sungai yang di jadikan lahan untuk bercocok tanam oleh penduduk) itu. Warga menyadari pentingnya bendungan untuk irigasi.
Namun lebih dari itu, warga juga mendapat pencerahan bahwa taman di sebelah Barat bendungan bakal bisa dikelola warga dan memberi pemasukan bagi warga.
"Sehingga mereka lapang dada menyerahkan ke pemerintah," kata Lono, seorang pensiunan guru.
Ribuan orang datang ke bendungan ini setiap harinya. Mereka berasal dari beragam kota baik dari pelosok-pelosok Kulon Progo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kota Yogyakarta. Tidak sedikit warga yang datang dari Jawa Tengah seperti Magelang, Purworejo, bahkan Surakarta.
Warga datang bukan hanya jadi wisatawan tetapi juga mengadu nasib untuk mendapatkan rezeki dari banyaknya wisatawan. Mereka berkendara dengan motor hingga mobil dan memenuhi kantong-kantong parkir di sekitaran dusun.
"Belum pernah saya lihat tempat (wisata) sampai didatangi orang sebanyak ini. Coba lihat, jembatan itu sampai penuhnya seperti itu," kata Budi Utomo, warga asal perbatasan Yogyakarta dengan Klaten.
Budi sengaja merekam momen keramaian ini untuk dokumentasi.
Taman merupakan bagian dari bendungan Kamijoro yang melintang seolah menahan derasnya aliran Sungai Progo, salah satu sungai terbesar yang membelah Yogyakarta. Bagian bendungan di sisi Timur berupa pintu sistem pengairan atau irigasi untuk sawah-sawah desa yang berada di Bantul dan sekitarnya.
KOMPAS.com/ DANI J Jembatan di atas Bendungan Kamijoro menghubungkan Kabupaten Kulon Progo dan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ribuan warga jalan dan menyesaki jembatan ini. Warga datang ke sana untuk memuaskan rasa penasaran setelah jembatan dan taman menjadi viral. Taman Bendung Kamijoro jadi destinasi baru bagi wisatawan.
Di atas bendungan terdapat jembatan cantik sepanjang 161 meter dengan lebar 3 meter. Bentuk jembatan serupa Jembatan Ampera di Palembang, lengkap dengan hiasan tali baja. Kanan-kiri jembatan dipasang pengaman dan lampu penerang bagi orang yang menyeberang pada malam hari.
Kabupaten Bantul dan Kulon Progo terhubung oleh jembatan ini, tepatnya antara Dusun Plambongan, Desa Triwidadi, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul dengan Kaliwiru, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo. Tanpa jembatan itu, orang harus memutar sangat jauh.
Taman Bendung Kamijoro berada di sebelah Barat jembatan dan masuk dalam wilayah Kaliwiru. Taman inilah tujuan akhir mereka yang datang ke Kamijoro.
Di atas bendungan terdapat jembatan cantik sepanjang 161 meter dengan lebar 3 meter. Bentuk jembatan serupa Jembatan Ampera di Palembang, lengkap dengan hiasan tali baja. Kanan-kiri jembatan dipasang pengaman dan lampu penerang bagi orang yang menyeberang pada malam hari.
Kabupaten Bantul dan Kulon Progo terhubung oleh jembatan ini, tepatnya antara Dusun Plambongan, Desa Triwidadi, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul dengan Kaliwiru, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo. Tanpa jembatan itu, orang harus memutar sangat jauh.
Taman Bendung Kamijoro berada di sebelah Barat jembatan dan masuk dalam wilayah Kaliwiru. Taman inilah tujuan akhir mereka yang datang ke Kamijoro.
KOMPAS.com/ DANI J Plaza Taman Bendung Kamijoro menghadap ke aliran Sungai Progo menuju Samudera Hindia. Magnet baru ini berada di Dusun Kaliwiru, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo.
Seorang pelaksana proyek pembangunan bendung Kamijoro mengungkap bahwa luas taman kira-kira sekitar 40.000 meter persegi. Taman memiliki plaza terbuka untuk tempat orang berkumpul, foto-foto, dan bisa untuk melaksanakan aktivitas massal. Pada plaza terdapat undak-undak memanjang yang bisa dipakai sebagai panggung ataulah tempat duduk. Warga suka berdiri dan foto-foto di undakan yang punya latar tulisan "Bendung Kamijoro" dengan tulisan latin maupun Jawa.
Di sisi lain dari taman, terdapat shelter bertudung tenda raksasa yang dipakai warga untuk berteduh. Tak jauh dari tenda terdapat taman bermain bagi anak-anak yang menyukai jungkat jungkit, ayunan, hingga luncuran.
Selain itu, taman juga dikemas menjadi kawasan pohon buah-buahan dengan batang keras. Sedikitnya ada sekitar 300 pohon buah dengan batang keras, mulai dari jambu air hingga jambu kristal, sawo, kelengkeng, rambutan, mangga.
"Ada durian juga. Kalau sudah besar nanti jadi kebun buah-buahan," kata Agung, seorang pelaksana kerja di proyek tersebut.
Seorang pelaksana proyek pembangunan bendung Kamijoro mengungkap bahwa luas taman kira-kira sekitar 40.000 meter persegi. Taman memiliki plaza terbuka untuk tempat orang berkumpul, foto-foto, dan bisa untuk melaksanakan aktivitas massal. Pada plaza terdapat undak-undak memanjang yang bisa dipakai sebagai panggung ataulah tempat duduk. Warga suka berdiri dan foto-foto di undakan yang punya latar tulisan "Bendung Kamijoro" dengan tulisan latin maupun Jawa.
Di sisi lain dari taman, terdapat shelter bertudung tenda raksasa yang dipakai warga untuk berteduh. Tak jauh dari tenda terdapat taman bermain bagi anak-anak yang menyukai jungkat jungkit, ayunan, hingga luncuran.
Selain itu, taman juga dikemas menjadi kawasan pohon buah-buahan dengan batang keras. Sedikitnya ada sekitar 300 pohon buah dengan batang keras, mulai dari jambu air hingga jambu kristal, sawo, kelengkeng, rambutan, mangga.
"Ada durian juga. Kalau sudah besar nanti jadi kebun buah-buahan," kata Agung, seorang pelaksana kerja di proyek tersebut.
Semua terhubung oleh pedestrian. Beberapa lokasi tanpa semenisasi ditumbuhi rumput gajah mini dan dihiasi tumbuhan warna-warni. Keberadaan taman ditambah eksotika jembatan membuat orang terus berdatangan.
"Tidak sangka orang datang sebanyak ini," kata Agung.
Taman Bendung Kamijoro mendapat perhatian besar sejak dua minggu terakhir. Mereka berkeliling di taman ini dan tampak tidak terlalu lelah. Mereka bisa duduk di mana saja karena banyak tempat rehat sejenak.
Pedagang asongan asal Bantul bernama Rahayu, 45 tahun, menceritakan, ia pernah menikmati keuntungan besar dalam sehari menjual jajanan pasar di taman itu. Ia menawarkan kacang rebus, arem-arem, serabi, minuman air mineral botol, hingga jagung rebut.
"Saat itu, pengunjung membeli 40 kilogram jagung rebus manis. Cuma di hari Minggu itu saja pernah sampai Rp 450.000," kata Rahayu.
Hasilnya jauh melebihi kerja keras menumbuk biji melinjo dengan ongkos 5000 per kg. "Lebih enak jualan seperti ini jadinya, apalagi sambil lihat orang. Semoga ini ramai terus, biar bisa jualan terus," kata Rahayu.
Kamijoro semakin naik daun seperti ini berkat media sosial. Warga terpancing untuk datang.
Seorang wisatawan asal Gamping, Bantul, bernama Risca, 45 tahun, berkunjung ke taman setelah melihat banyaknya postingan di Facebook dan Instagram. Foto-foto itu menarik dan cantik.
Ia datang satu mobil bersama 6 anggota keluarganya. Ia mengakui, Taman Bendung Kamijoro memang Instagramable.
"Kekurangannya masih gersang dan panas. Ada baiknya berkunjung saat sore saja. Selain itu risiko untuk anak yang berjalan dekat sungai. (Pengamannya) jembatan terlalu tinggi untuk anak," kata Risca saat berada si Kamijoro.
Umardini, 40 tahun, asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia menyempatkan mampir ke Kamijoro selagi jalan-jalan ke Yogyakarta. Menurutnya, taman ini ruang publik paling indah se-Kulon Progo.
"Saya sering jalan-jalan keliling Kulon Progo. Sejauh ini, taman ini paling indah se-Kulon Progo. Bila banyak tumbuhan dan lebih hijau, maka taman ini berpotensi viral di masa depan seperti hutan pinus Dlingo," kata Umardini.
Lahan Kolonjono
Awalnya, kawasan taman adalah tanah tak bertuan pada aliran sungai dengan luas sampai 7 hektar. Warga sekitar 60 kepala keluarga memanfaatkan tanah itu sebagai tempat menanam kolonjono, rumput untuk pakan kambing dan sapi. Warga kadang menjual pakan ternak in.
Tokoh warga Kaliwiru, Sugeng Lono Raharjo mengungkapkan, warga tidak menolak ketika pemerintah berniat membangun sebuah taman di lahan wedi kenser (istilah jawa pada bekas aliran sungai yang di jadikan lahan untuk bercocok tanam oleh penduduk) itu. Warga menyadari pentingnya bendungan untuk irigasi.
Namun lebih dari itu, warga juga mendapat pencerahan bahwa taman di sebelah Barat bendungan bakal bisa dikelola warga dan memberi pemasukan bagi warga.
"Sehingga mereka lapang dada menyerahkan ke pemerintah," kata Lono, seorang pensiunan guru.
KOMPAS.com/ DANI J Ada area bermain untuk anak di Taman Bendung Kamijoro ini. Magnet baru ini berada di Dusun Kaliwiru, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo.
Benar saja, kini pengunjung ramai sejak awal Februari lalu. Warga Kaliwiru segera menyambut keberadaan taman sebagai destinasi baru di Sentolo. Apalagi mengingat Sontolo minim destinasi wisata.
Taman sungguh menarik perhatian banyak warga. Seperti hari ini, Pengunjung tumpah ruah. Warga bakal mengabadikan foto ketika melintas berjalan kaki di semua sudut taman dan jembatan.
Tidak ada retribusi masuk ke taman maupun jembatan. Warga Kaliwiru pun berinisiatif mengelola parkir, membuat toilet, dan berbagai rencana fasilitas wisata lain di sekitaran taman.
Warga memanfaatkan kesempatan ini unuk menjual karcis parkir Rp 2 ribu untuk sepeda motor dan Rp 5 ribu untuk mobil. Lono mengungkapkan, sebanyak 1.000 karcis parkir terjual dalam satu hari. Jumlah karcis parkir meningkat dua kali lipat bila hari minggu dan hari libur. Tak hanya di Kaliwiru. Warga Pajangan, Bantul di sisi timur jembatan, juga ketiban rezeki.
Warga juga memanfaatkan momen untuk berjualan. Aneka kuliner dijajakan oleh warga setempat, seperti pecel, mie lethek, es krim, dan beragam jajanan pasar khas Yogyakarta.
Benar saja, kini pengunjung ramai sejak awal Februari lalu. Warga Kaliwiru segera menyambut keberadaan taman sebagai destinasi baru di Sentolo. Apalagi mengingat Sontolo minim destinasi wisata.
Taman sungguh menarik perhatian banyak warga. Seperti hari ini, Pengunjung tumpah ruah. Warga bakal mengabadikan foto ketika melintas berjalan kaki di semua sudut taman dan jembatan.
Tidak ada retribusi masuk ke taman maupun jembatan. Warga Kaliwiru pun berinisiatif mengelola parkir, membuat toilet, dan berbagai rencana fasilitas wisata lain di sekitaran taman.
Warga memanfaatkan kesempatan ini unuk menjual karcis parkir Rp 2 ribu untuk sepeda motor dan Rp 5 ribu untuk mobil. Lono mengungkapkan, sebanyak 1.000 karcis parkir terjual dalam satu hari. Jumlah karcis parkir meningkat dua kali lipat bila hari minggu dan hari libur. Tak hanya di Kaliwiru. Warga Pajangan, Bantul di sisi timur jembatan, juga ketiban rezeki.
Warga juga memanfaatkan momen untuk berjualan. Aneka kuliner dijajakan oleh warga setempat, seperti pecel, mie lethek, es krim, dan beragam jajanan pasar khas Yogyakarta.