KULON PROGO, KOMPAS.com – Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo di Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY) memulai program desa online. Program ini memungkinkan warga desa maupun lainnya bisa mengakses
internet secara bebas dengan kecepatan yang tinggi.
Cukup dengan membeli pulsa seharga Rp 20.000 di desa itu maka warga bisa mengakses internet secara unlimited selama 30 hari.
Pemerintah Kulon Progo menerapkan program ini pada 27
dusun yang berada pada dua desa di Kecamatan Kokap, yakni Hargotirto dan Hargowilis. Keduanya berada di kontur bukit yang serba ekstrem di Bukit Menoreh.
Pemkab menamainya sebagai PulsaKu, dari kata Pulsa Kulon Progo. “Masyarakat menyambutnya dengan senang luar biasa,” kata Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, di ruang kerjanya, Rabu (27/3/2019).
Hasto mengungkapkan akses internet desa ini merupakan proyek percontohan untuk mendorong terwujudnya desa online lain di seluruh Kulon Progo. Pemerintah bekerja sama dengan PT Pelangi untuk mendirikan dua BTS, 23 antena treeangle, dan 9 monopol. Dua BTS berada di Gunung Gajah dan Clapar.
Langkah mewujudkan desa online merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk terus mendorong kemandirian ekonomi bagi warga. Kali ini di bidang telekomunikasi dan informasi.
Pemerintah bekerja sama dengan Pelangi menyediakan bandwidth bagi warga. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) mengelola pembelian pulsanya untuk membayar bandwidth dan sekaligus menghidupkan usaha BUMDes. Hasil BUMDes bisa meningkatkan kesejahteraan warga desa.
Pemerintah Kulon Progo yang sejak lama menggaungkan kemandirian ekonomi bagi warganya lewat jargon Bela Beli Kulon Progo.
Kebijakan berupa membangkitkan semangat warga dalam memproduksi hasil sendiri dan tidak bergantung pada produk dari luar. Konsepnya, peredaran uang hanya di Kulon Progo dan kembali bagi masyarakat Kulon Progo.
“Prinsip kemandirian. Kita harus bisa memproduksi sendiri dan ini harus menerobos ke segala lini,” kata Hasto.
Kebijakan kemandirian ekonomi Kulon Progo telah berlangsung di banyak sektor, seperti industri batik, industri pariwisata, hingga industri air mineral. Pemerintah kini mewujudkan kemandirian di sektor teknologi dan informasi.
Khusus di teknologi dan informasi, langkah ini tidak hanya menekan belanja warga seputar telekomunikasi tetapi juga sekaligus membuka keterisoliran informasi warga di daerah.
Selama ini, Badan Pusat Statistik mencatat belanja warga di bidang telekomunikasi, utamanya pulsa, menempati posisi keempat, setelah rokok dan belanja makanan.
Nilainya sekitar Rp 74 miliar per tahun. Bila dirata-rata, belanja telekomunikasi satu desa sekitar Rp 800 juta per tahun.
Hasto mencontohkan, untuk Hargotirto saja terdapat 9.000 nomor aktif. Belanja warga pada satu nomor bisa sekitar Rp 100.000.
Pemerintah menilai warga tidak menikmati keuntungan yang sepadan. Apalagi, dalam perkembangan industri IT, tetap saja keuntungan terbesar hanya dinikmati segelintir orang.
Program PulsaKu dikelola BUMDes
KOMPAS.com/DANI J Pemerintah Kabupaten Kulon Progo memulai program PulsaKu, sebutan dari Pulsa Kulon Progo. Sebanyak 27 dusun dari 2 desa menjadi pilot project ini. Tampak voucher PulsaK yang bakal dijual di 2 desa.
PulsaKu berbeda. Pemerintah berharap warga desa ikut menikmati keuntungan perkembangan dunia telekomunikasi ini, tidak hanya sekadar internet masuk desa.
Karenanya, PulsaKu dikelola dan dipasarkan oleh BUMDes. Warga bisa membeli pulsa ini di berbagai gerai yang sudah bekerja sama dengan BUMDes.
Cara kerja PulsaKu mirip voucher pulsa kebanyakan. Pelanggan membeli kartu voucher seharga Rp 20.000 untuk unlimited internet di 2 desa itu, dan Rp 5.000 unlimited selama satu hari untuk titik-titik tertentu destinasi wisata.
Pelanggan tinggal menggesek rugos di belakang voucher dan memasukkan konde voucher tertera di sana melalui gawai.
Pemilik Pelangi yang juga seorang konsultan PulsaKu, Ferdinan Karl mengatakan, pihaknya terjun ke proyek percontohan ini karena tergerak oleh semangat Bela Beli Kulon Progo.
Warga desa memiliki karakter berbeda dengan perkotaan. Mereka banyak memanfaatkan internet untuk komunikasi, seperti via WA, berselancar di media sosial, dan video conferens, ataulah Youtube.
Sebelum PulsaKu masuk desa, warga di daerah pedalaman disuguhi kecepatan terbatas dan internet seadanya. Namun, soal jumlah membayar pulsa, warga desa tidak kalah dengan warga kota yang lebih mudah mengakses internet.
“Kecepatan PulsaKu nanti bisa sampai 250 Mbps,” kata Ferdinan.
Tak hanya warga yang diuntungkan dengan Pulsaku. Konsultan IT ini juga meyakini PulsaKu akan menguntungkan BUMDes nanti. Pasalnya, badan usaha milik desa ini akan memiliki penghasilan asli desa dari sektor riil.
Selama ini, BUMDes lebih banyak bergerak di bidang jasa, utamanya simpan pinjam saja. Penghasilan asli desa rata-rata Rp 50 juta per tahun. Jumlah itu sangat kecil.
BUMDes bisa mengalami ledakan penghasilan karena PulsaKu. Pembelian pulsa tiap Rp 20.000 itu dipakai untuk membayar bandwidth sebesar Rp 15.000 dan Rp 5.000 sebagai bagi hasil bagi BUMDes.
Badan usaha desa bisa memanfaatkan untuk beragam kegiatan, termasuk membayar karyawan. Ferdinan mengalkulasi bila 9.000 nomor handphone warga pada satu desa rutin membeli Pulsaku, maka badan usaha desa akan meraup penghasilan Rp 45 juta per bulan.
Itu belum termasuk usaha dan bisnis utama BUMDes, juga pemasaran instrumen jaringan.
“Warga memiliki banyak pekerjaan, warga juga semakin pinter, dan banyak keuntungan lain,” kata Ferdinand.