Mohon perhatiannya, semua isi berita diblog ini adalah disalin dari berbagai sumber. Dan hanya sebagai arsip pribadi dan Group Komunitas Warga Kulon Progo.

Seluruh informasi termasuk iklan diblog ini bukan tanggung jawab kami selaku pemilik blog. Kami hanya Memberikan tempat kepada para pengiklan dan sebagai ,media sharing


 tarif jasa kami
KEMBALI KE HALAMAN AWAL – LC FOTOKOPI  *  TARIF JASA FOTOKOPI, PRINT, SCAN, KETIK, PRINT , DLL.   *   MELAYANI PRINT, PRINT COPY SECARA ONLINE


13 July 2017

Dinsos Data 2.500 Lansia di Kulonprogo - TRIBUNJOGJA.COM



Sebanyak 2.500 warga lanjut usia (lansia) berhasil didata Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kulonprogo hingga pertengahan 2017 ini.

Pendataan akan memudahkan pemerintah dalam mengalokasikan  program pemberdayaan maupun bantuan sosial.
Kepala Dinsos P3A Kulonprogo, Eko Pranyoto mengatakan, selama ini pihaknya memang belum memiliki data jumlah penduduk lansia di Kulonprogo.

Padahal, golongan lansia dinilai turut berkontribusi terhadap tingginya angka kemiskinan di daerah tersebut.
Adapun data jumlah lansia itu didapatkan Dinsos P3A dari hasil verifikasi data 3.000 lansia yang diajukan masyarakat melalui pedukuhan.
"Para lansia ini dimungkinkan terlewat dalam pendataan bantuan raskin atau KIS. Nantinya, data akan kami gunakan untuk mendukung alokasi bantuan bagi mereka," jelas Eko, Minggu (9/7/2017).

Adapun Pemkab sejauh ini memiliki catatan jumlah penduduk miskin mencapai 60.816 jiwa atau sekitar 13,70% pada 2016. Angka itu lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang diketahui sebanyak 52.331 jiwa atau sekitar 12%.

Pencermatan oleh dinas, angka kemiskinan itu banyak diisi komponen keberadaan lansia. Maka itu, Pemkab Kulonprogo merasa perlu memberi perhatian kepada lansia.
Langkah pemberdayaan masyarakat akan dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan. Hanya saja, tak semua lansia bisa menyesuaikan diri dengan program pemberdayaan sehingga Pemkab berusaha fokus pada pemberian bantuan dan jaminan sosial. Di antaranya, bantuan Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) yang diajukan kepada Kementerian Sosial.

"Tahun ini, bantuan berupa jaminan hidup sebesar Rp200.000 per bulan tersebut diberikan kepada 69 orang. Harapannya, bisa meringankan beban keluarganya," kata Eko.(ing)
Share:

Pemkab Kulonprogo Deklarasikan Pembentukan Desa Bebas Miras - TRIBUNJOGJA.COM



Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulonprogo menggagas dibentuknya desa bebas minuman keras dan minuman beralkohol (miras/minol) di wilayahnya.
Hal ini sebagai langkah pengawasan dan pengendalian peredaran miras/minol di tengah masyarakat.
Pada Minggu (9/7/2017), deklarasi desa bebas miras/minol dilakukan di Pendowoharjo, Kecamatan Girimulyo. Deklarasi yang difasilitasi Satpol PP Kulonprogo ini diikuti oleh pihak pemerintah kecamatan, pemerintah desa, aparat, TNI/Polisi, serta para tokoh masyarakat setempat.
Plt Kepala Satpol PP Kulonprogo, Duana Heru mengatakan, deklarasi desa bebas miras/minol ini merupakan bagian dari aksi dukungan terhadap program kerja 100 hari Bupati-Wkail Bupati Kulonprogo dalam mengawasi peredaran minuman keras di masyarakat.
Sebelum deklarasi, dilakukan sosialisasi dampak negatif miras/minol, maupun minuman memabukkan lainnya beserta bahaya yang bisa ditimbulkannya.
"Deklarasi dan sosialisasi bertujuan agar masyarakat bisa menyadari dan mengerti bahaya minuman keras yang bisa merusak mental generasi muda. Masyarakat dan pemerintah perlu bersatu dan bersinergi memerangi pekat, termasuk peredaran minuman memabukkan," katanya.
Pemkab Kulonprogo sebelumnya juga sudah menjalin kerjasama dengan Polres Kulonprogo untuk mewujudkan wilayah bebas miras dan penertiban tempat hiburan tak berizin.
Nota kesepahaman (MoU) sudah ditandatangani kedua belah pihak pada pertengahan Juni lalu.
Pemkab menilai, program pengawasan peredaran miras selaras dengan program Polres Kulonprogo terkait penilaian Polsek yang salah satu kriterianya adalah desa bebas miras. (*)

Share:

Pembangunan Bandara Kulon Progo Kejar Target 2 Tahun - Liputan6.com



Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulonprogo menggagas dibentuknya desa bebas minuman keras dan minuman beralkohol (miras/minol) di wilayahnya.
Hal ini sebagai langkah pengawasan dan pengendalian peredaran miras/minol di tengah masyarakat.
Pada Minggu (9/7/2017), deklarasi desa bebas miras/minol dilakukan di Pendowoharjo, Kecamatan Girimulyo. Deklarasi yang difasilitasi Satpol PP Kulonprogo ini diikuti oleh pihak pemerintah kecamatan, pemerintah desa, aparat, TNI/Polisi, serta para tokoh masyarakat setempat.

Plt Kepala Satpol PP Kulonprogo, Duana Heru mengatakan, deklarasi desa bebas miras/minol ini merupakan bagian dari aksi dukungan terhadap program kerja 100 hari Bupati-Wkail Bupati Kulonprogo dalam mengawasi peredaran minuman keras di masyarakat.

Sebelum deklarasi, dilakukan sosialisasi dampak negatif miras/minol, maupun minuman memabukkan lainnya beserta bahaya yang bisa ditimbulkannya.
"Deklarasi dan sosialisasi bertujuan agar masyarakat bisa menyadari dan mengerti bahaya minuman keras yang bisa merusak mental generasi muda. Masyarakat dan pemerintah perlu bersatu dan bersinergi memerangi pekat, termasuk peredaran minuman memabukkan," katanya.

Pemkab Kulonprogo sebelumnya juga sudah menjalin kerjasama dengan Polres Kulonprogo untuk mewujudkan wilayah bebas miras dan penertiban tempat hiburan tak berizin.
Nota kesepahaman (MoU) sudah ditandatangani kedua belah pihak pada pertengahan Juni lalu.

Pemkab menilai, program pengawasan peredaran miras selaras dengan program Polres Kulonprogo terkait penilaian Polsek yang salah satu kriterianya adalah desa bebas miras. (*)
Share:

Purworejo - Kulonprogo Sepakat Bentuk Sekber - KRJOGJA.com



Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purworejo Jawa Tengah dan Kulon Progo Provinsi DIY sepakat membentuk sekretariat bersama (Sekber) dan penguatan kerja sama (PKS) antarwilayah. Kesepakatan ini untuk mengantisipasi berbagai bentuk konflik antar warga lintas daerah. Terutama pada daerah perbatasn yang melibatkan warga Purworejo dan Kulonprogo.
"Kita juga akan melakukan kerjasama antar organisasi perangkat daerah (OPD) agar kondisi di perbatasan ini dapat terjalin dengan baik dan saling menguntungkan," kata Bupati Kulon Progo H dr Hasto Wardoyo SPoG usai bersilaturahmi dengan Bupati Purworejo H Agus Bastian SE MM di ruang Peringgitan rumah dinas (Rumdis) bupati Purworejo, Selasa (11/07/2017) sore.
Kesepakatan ini muncul setelah sering terjadinya perselisihan antarwarga di daerah perbatasan, terutama antara Desa Jogoyoyo Kecamatan Purwodadi Purworejo dan Desa Jangkaran di Kecamatan Temon Kulonprogo. Desa Jangkaran berada di pantai selatan, namun untuk keluar masuk lokasi itu satu-satunya akses jalan harus melalui Desa Jogoboyo.
Kedua desa ini juga sepakat menjalin kerjasama pariwisata di wilayah itu, terutama wisata Pasir Mendit dan Kadilangu. Dalam kerjasama ini lanjut Hasto Wardoyo, harus saling menguntungkan. Retribusi yang masuk Desa Jangkaran sebagian akan diberikan kepada Desa Jogoboyo.
Dengan adanya kesepakatan ini Agus Bastian menilai bahwa konflik antar warga Purworejo dengan Kulonprogo dapat diselesaikan dengan baik. "Persoalan ini sebenarnya tidak berat, diselesaikan secara adat juga bisa," katanya. (Nar)
Share:

DIY tidak akan bangun jalan di wisata mangrove Kulon Progo -



Kulon Progo (ANTARA News) - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tidak akan membangun infrastruktur jalan menuju objek wisata mangrove Pasir Kadilangu dan Pasir Mendit yang menggunakan jalan Desa Jogoboyo, Kecamatan Purwodadi, Purworejo.

Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kulon Progo, Selasa, mengatakan perkembangan wisata mangrove membawa dampak pertumbuhan ekonomi bagi Kulon Progo dan Purworejo.

"Semua mendapat manfaat dari perkembangan mangrove. Masa, mobil yang lewat Purworejo tidak berdampak kepada masyarakat," kata Sultan.

Menurut Sultan, penyelesaian mangrove adalah kerja sama yang saling menguntungkan semua pihak. "Apakah kerja sama parkir atau retribusi, atau bagi hasil, tentu harus dibicarakan baik untuk menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan," harapnya.

Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan Pemkab Kulon Progo dan Purworejo telah menyepakati lima hal dalam menyelesaikan konflik perbatasan, salah satunya penyelesaian konflik mangrove.

Poin pertama, bagi Pemkab Kulon Progo harus menyelesaikan regulasi, antara pelaku wisata yang ada di empat kelompok pengelola mangrove. Regulasi dibuat dengan komunikasi dengan desa. Bagaimana payung hukum, retribusi, dikerjasamakan antarempat kelompok dengan desa. Sehingga regulasi harus segera diselesaikan.

Hasil Kedua, perjanjian kerja aama (PKS) antarkedua desa, setelah ada regulasi di desa di Kulon Progo selesai, kemudian kerja sama antardesa dengan PKS, harus secepatnya diselesaikan juga.

Hasil ketiga kerja sama antar-OPD Dinas Pariwisata di Kulon Progo dan Purworejo dengan PKS. Sedangkan yang keempat, perlunya dibentuk sekretariat nersama (Sekber) yang akan segera ditindak lanjuti bersama. Kemudian ada klausul tambahan tentang perbatasan di Jatimulyo Girimulyo dengan desa Donorejo. 

"Kesepakatannya, kami segera membangun jalan, karena yang dari Purworejo sudah dibangun jalan, tetapi kami belum. Kami mohon doanya dibangun tahun ini karena anggaran sudah dituangkan dalam APBD Tahun ini, termasuk pembebasan jalannya. Itu keputusan tentang jalan perbatasan," kata Hasto.

Terkait pembagian pendapatan tempat wisata, Hasto menyatakan belum dibahas sampai ke detail teknis, tetapi yang jelas pendapatan dari 4 (empat) kelompok nantinya akan dituangkan di dalam Perdes, bahwa pendapatannya dari tiket yang ada itu sebagian masuk ke desa, yang ada di Kulon Progo, yang ada di Jangkaran, desa memberikan sebagian yang ada, dengan catatan, usulan yang sudah ada, berdasar jumlah tiket, satu tiket berapa, untuk diberikan kepada Desa Jogoboyo. 

"Sekber sangat baik untuk melengkapi, saling mengontrol tiket, jangan sampai diuriki, disithik-sithikke. Tiket dikontrol bersama, baik dari Purworejo maupun dari Kulon Progo Pembagian harus sudah diputuskan lewat perdes. Sekber yang akan mengontrol, jika ada potensi masalah yang muncul, langsung merapat," kata Hasto. 


Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017

Share:

Bandara NYIA, Warga Kulonprogo Harus Kreatif - KRJOGJA.com



Bandara Internasional di Kabupaten Kulonprogo yang diperkirakan beroperasi 2019 akan menampung penumpang sebanyak 20 juta hingga 40 juta pertahun. Agar bisa mengimbangi perkembangan yang ada, maka mulai sekarang Kabupaten Kulonprogo, baik warga masyarakat, pemerintah kabupaten harus bersedia berubah, punya kreativitas dan inovasi.

"Sebab makin banyak orang asing termasuk dari dalam negeri, mereka  memerlukan pelayanan yang terstandar," tutur Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika bersama Wakil Gubernur Sri Paku Alam X melakukan Syawalan di Kabupaten Kulonprogo, Selasa (11/07/2017) di Gedung Kesenian Wates. 

Sultan HB X menegaskan seluruh masyarakat harus membuka diri. Jangan sampai ada lagi pedagang atau pebisnis yang menawarkan produk jasa atau barang hanya seadanya atau istilahnya 'sampun cekap semanten mawon'. "Tapi harus mulai berstandar mulai dari proses pembuatan, pengemasan, sampai pelayanan. Sebab turis asing suka pelayanan yang terstandar," kata Sultan HB X.

Jangan sampai, lanjut Sultan HB X, masih terdapat kasus seperti yang terjadi di Kota Yogya, Pedagang Kaki Lima (PKL) ada yang menaikkan harga semaunya atau juru parkir yang melakukan tindakan serupa. Sebab akibatnya akan membuat keramaian dan image buruk terhadap Jogja.

Kehadiran bandara, tambah Sultan, tidak hanya mengembangkan Kulonprogo, tetapi juga wisata ke Borobudur Jawa Tengah. Pertanyaan yang akan muncul setelah adanya bandara , apakah turis yang datang dari Kulonprogo, akan melihat Borobudur dari Jogja atau melihat Jogja dari Borobudur. "Karena itu Kulonprogo khususnya dan Jogja umumnya harus memikirkan itu dan melakukan terobosan," tandasnya. 

Bupati Kulonprogo dr H Hasto Wardoyo SpOG(K) menyatakan, pemkab sudah membentuk tim lokal percepatan pembangunan bandara. "Kulonprogo memang harus siap. Kami tidak anti modernitas, asal semua itu bisa memberi kemanfaatan bagi masyarakat dan mengakomodir kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kami," jelas Bupati. (Wid)
Share:

08 July 2017

29 Balita di Kulonprogo Alami Gizi Buruk



KULONPROGO – Sebanyak 29 balita di Kulonprogo tercatat mengalami gizi buruk selama 2016 kemarin.

Pola asuh orangtua serta adanya penyakit kronis menjadi faktor utama puluhan bayi itu mengalami gizi buruk.
Dinas Kesehatan Kulonprogo mencatat, dari 21.700 bayi yang ditimbang lewat Posyandu, ada 29 anak yang mengalami gizi buruk atau sekitar 0,013 persen.

Dari jumlah itu, 27 anak berhasil ditangani dan dipulihkan hingga akhir tahun sedangkan dua anak lainnya hingga kini masih dalam perawatan.

"Karena kondisi anaknya memang belum baik betul. Ada indikasi memiliki penyakit kronis TB anak. Balita gizi buruk memang masih ada Kulonprogo meski jumlahnya kecil. Namun, penyebabnya bukan karena kondisi kekurangan pangan melainkan adanya penyakit kronis yang diderita anak," kata Kepala Dinkes Kulonprogo, Bambang Haryatno, Jumat (7/7/2017).

Adanya kondisi penyakit kronis pada anak disebutnya memang menjadi penyebab utama kondisi bayi gizi buruk di Kulonprogo.

Balita yang mengidap penyakit kronis cenderung kurang nafsu makan sehingga kondisi tubuhnya tidak mendapat asupan gizi yang layak.

Di sisi lain, pola asuh orangtua juga turut menjadi faktor penyebab munculnya balita gizi buruk.

Ini biasanya karena orangtua tidak telaten memberikan makanan dengan karakter anak yang rewel serta pemberian makanan yang kurang bernilai gizi.

Untuk penanganan kasus gizi buruk, DInkes sudah menyiapkan anggaran dari APBD dalam proses penyembuhan anak. Yakni mencakup penanganan di rumah sakit dan dilanjut pemberian makanan bergizi hingga 90 hari.
Jika melwati masa tersebut anak penderita gizi buruk belum pulih, Puskesmas akan melanjutkan pemberian asupan gizi melalui Dana Operasional Kesehatan (DOK).

"Pencegahan tentunya dnegan perlakuan gizi cukup. Orangtua memberi asupan makanan bergizi, ASI eksklusif serta MP ASI (makanan pendamping) bernilai gizi baik. Asal masu ditimbang di Posyandu, sebetulnya orangtua bisa mendapat ilmu gizi yang baik untuk anaknya," kata Bambang. (*)

Share:

Urusan Rp10 Juta Penyebab Konflik Mangrove



Harianjogja.com, KULONPROGO—Konflik yang menyelimuti pengelola objek wisata (obwis) kawasan mangrove di Kulonprogo dengan Pemerintah Desa Jogoboyo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ternyata disebabkan urusan uang Rp10 juta.

Ketua Wisata Mangrove Wana Tirta Warso menuturkan di masa sebelumnya ada kesepakatan pengelola wisata mengrove untuk membayar kas ke Desa Jogoboyo sebesar Rp10 juta per tahun. Mengingat mereka tidak memungkiri untuk menuju kawasan obwis, harus melewati sebuah jalan yang berada di wilayah Jogoboyo.

Warso merinci, Kelompok Pasir Kadilangu membayar Rp3 juta, Kelompok Api-api sebesar Rp4 juta, Kelompok Maju Lestari menyerahkan Rp1 juta, dan Wana Tirta sebesar Rp2 juta. Di saat itu, semua kelompok sepakat menyerahkan dana bagi hasil itu ke Jogoboyo.
Namun. dengan catatan tidak ada baliho atau tulisan-tulisan yang berpotensi menguntungkan salah satu kelompok. Hanya saja seiring berjalannya waktu, ada salah satu kelompok pengelola yang melanggar kesepakatan tersebut sehingga Wana Tirta tidak mau menepati kesepakatan yang sudah ada.

"Akibatnya, kesepakatan membayar hasil retribusi ke Jogoboyo sebesar Rp10 juta per tahun tidak dilakukan. Selanjutnya, terjadi aksi pembuatan gorong-gorong jalan menuju wisata mangrove. Akibat aksi tersebut, jumlah wisatawan mangrove turun drastis," ungkapnya, Kamis (6/7/2017).

Kepala Desa Jangkaran Murtakil Humam mengatakan dana sebesar Rp10 juta tadi adalah hasil yang terkumpul untuk dibayarkan pada 2016 lalu. Dalam waktu dekat, dana itu akan diserahkan kepada Pemdes Jogoboyo. Ia menyebut, akan ada pula pertemuan membahas persoalan yang membelit obwis mangrove, antara Pemkab Kulonprogo dan Pemkab Purworejo.

Editor: Galih Eko Kurniawan - Harianjogja
Share:

Perlintasan KA Ngeseng Kini Ditutup Total


Kondisi perlintasan kereta api di Ngeseng, Sentolo, Kamis (6/7/2017). (JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Solopos.com, KULONPROGO—Perlintasan kereta api yang sebelumnya sempat ditutup karena pengalihan arus lalu lintas (lalin) Idulfitri 2017 di simpang Ngeseng, Kecamatan Sentolo, kini diberlakukan penutupan secara total.

Akibat penutupan yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) Kulonprogo tersebut, seluruh kendaraan yang akan menuju Wates dari arah Jogja, tidak lagi dapat langsung menyeberang jalan untuk menelusuri jalan alternatif Desa Kaliagung karena diarahkan langsung ke barat.

Untuk kendaraan yang akan menuju Wates dari arah Desa Kaliagung dialihkan menuju simpang Ngelo karena tak bisa lagi menyeberang rel kereta lalu ke barat. Bagi kendaraan yang akan menuju ke Jogja, dapat memilih jalan tikus mengikuti alur tepian re yang nantinya membawa pengendara bertemu simpang Ngeplang.

Pemkab memilih tetap nekat mengalihkan arus lalu lintas ke simpang empat Ngelo, walaupun diketahui, secara teknis kondisi jalan tersebut belum layak dilalui kendaraan.
Kepala Bidang Operasional dan Pengendalian Dishub Kulonprogo Bhekti Nurada memaparkan jajarannya telah berkoordinasi dengan PT Kereta Api Indonesia dan Kepolisian Sektor Sentolo atas penutupan perlintasan kereta di Ngeseng tersebut.

Penutupan jalur akses langsung menyeberang rel menuju jalan raya tersebut dilakukan demi keamanan dan kelancaran lalu lintas kendaraan. "Sekaligus sebagai upaya mewujudkan program kerja 100 hari Bupati dan Wakil Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo-Sutedjo," ujarnya, Kamis (6/7/2017).
Share:

Nasihat Mbah Suparni dari Kulon Progo: Ojo Pekok!



Suparni atau Mbah Parni tiba-tiba menjadi pembicaraan umum setelah video amatir tentang dirinya menyebar di medsos. Meskipun disampaikan secara sederhana ala orang ndeso, nasihatnya kepada perekam video itu cukup mendalam; jangan menjadi tolol, karena si tolol temannya setan.

"Wong urip neng alam donya niki janji mboten pekok, pikiran digawe encer, senajan ra duwe ya bisa nyandhang, bisa madhang, bisa netepi kelumrahan. Ning nek wong pekok kancane setan. Nek mboten pekok setan ra doyan," demikian kata Mbah Parni dalam rekaman itu.

Arti dari tuturan itu adalah, "Orang hidup di dunia ini asal tidak totol, pikiran tetap encer, meskipun tidak punya (harta) ya tetap bisa berpakaian, bisa makan, bisa mengikuti kelumrahan hidup. Namun kalau tolol akan menjadi teman setan. Kalau tidak tolol, setan tak berani mendekat."

Siapakah si pekok atau si tolol itu? Pekok atau tolol bukanlah cacat bawaan. Artinya, tolol bisa terjadi bukan karena 'bahan bakunya' Kepekokan atau ketotoloan bukan 'cacat bawaan'. Tolol terjadi karena kemalasan berpikir atau belajar sehingga menyebabkan seseorang menjadi bebal.

Karena itulah Mbah Parni merangkai nasihatnya tentang 'pekok' dengan hadirnya setan. Karena kebodohan dan kemalasan akan membawa orang mudah masuk perangkap tipu daya setan.

Lalu siapakah Mbah Parni? Mengapa dia bisa punya pendapat seperti itu? 
(mbr/mbr)
Share:

BERITA KULON PROGO TERBARU

SITEMAP