TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bendungan Ancol, merupakan sebuah bendungan yang disebut-sebut sebagai hulu dari air yang mengalir di sepanjang Selokan Mataram.
Bendungan ini diselesaikan pada tahun 1951-an, saat Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX bertahta menjadi raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Tentunya Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX merupakan sosok yang berperan penting dalam pembangunan bendungan tersebut. Karena bendungan tersebut, air yang mengalir di sepanjang Selokan Mataram dapat mensejahterakan seluruh masyarakat DIY.
Dalam rangka mengeksplore kembali cerita dan sejarah yang terdapat pada Bendungan Ancol yang berada Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo DIY, pihak Dinas Kebudayaan DIY bersama Pussaka Institute menyelenggarakan kegiatan Napak Tilas Petilasan Kulonprogo, bertajuk "Nandur Banyu Panguripan, Ngabuk Paseduluran", pada (13/11/2015) nanti.
Kegiatan yang akan diselenggarakan pada kegiatan itu di antaranya ada Kirab Budaya, Pentas Jathilan, Ritual dan Penanaman Pohon, Pelepasan Ikan, Pentas Kesenian dan masih banyak lagi.
Situs Bendungan Ancol ini masih aktif hingga saat ini, walau usianya sudah tidak lagi muda. Namun yang menjadi miris adalah ketika keberadaannya tidak banyak diketahui oleh masyarakat DIY sendiri.
Hal itu dikatakan oleh katakan oleh Leonardi Budi Setiawan, Direktur Pussaka Institute dalam jumpa pers Napak Tilas Petilasan Kulonprogo, Selasa (10/11/2015) pagi di Pendopo Dinas Kebudayaan DIY.
Bendungan yang terletak di Pegunungan Menoreh yang memiliki keterbatasan sumber air, menurutnya memberi pesan pentingnya berbagi kepada sesama di dalam sebuah keterbatasan.
Kegiatan yang juga melibatkan pihaknya ini juga merupakan sebuah perayaan yang dimaksudkan untuk mengingatkan kembali situs kaya manfaat tersebut kepada masyarakat luas.
"Kami pun sempat beberapa kali berkunjung ke sana, yang mana dalam keterbatasan itu para masyarakatnya pun memiliki kebudayaan dalam pengolahan air," ungkap Leo.
Lucia mengatakan, sebanyak 1.000 pohon pun akan ditanam di daerah Pegunungan Menoreh, yang juga pelepasan bibit ikan di sana.
Hal itupun dimaksudkan untuk membantu kesejahteraan masyarakat yang ada di sana. Selain itu, dalam kegiatannya akan dilakukan penanaman 9 pohon beringin putih, yang dalam penanamannya akan diikuti oleh perwakilan dari Kraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, Pemerintah Daerah Kulonprogo dan lainnya.
Leo menuturkan, beringin putih itu mengisyaratkan perilaku yang mengayomi dan dibalut dengan sifat yang suci yang terdapat pada warna putihnya.
Sementara untuk 9 pohon itu sendiri merupakan pentingnya Sri Sultan HB IX untuk daerah tersebut dan pembangunan bendungan yang menjadi faktor kesejahteraan masyarakat DIY.
"Karena bendungan itu sudah diproses pembangunannya saat masa kekuasaan Belanda. Sri Sultan HB ke IX meneruskan pembangunannya, namun memiliki rancangan sendiri dalam menyelesaikan bendungan ini," papar Leo. (tribunjogja.com)