Warga menerima arahan sebelum gladi bersih di mulai-Gudegnet/Trida
Gudeg.net— Desa Garongan, Panjatan, Kulon Progo adalah salah satu desa yang berdasarkan Indeks Risiko Bencana (IRBI) adalah wilayah yang rawan bencana, terutama tsunami. Desa ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, atau pantai selatan DIY.
Pusat desa yang hanya sejauh 3 kilometer dari bibir pantai menjadi salah satu sebab tingginya skor IRBI desa ini. Warga desa sendiri menyadari pentingnya pengetahuan bencana, dan bagaimana harus bereaksi jika ada peristiwa bencana. Program BPBD, Desa Tangguh Bencana (Destana), disambut baik oleh warga.
“Destana itu program dari Pemda DIY. Kami (BPBD) membuat list daerah yang ancaman bencananya besar. Salah satunya Desa Garongan ini. Pertemuan pertama diawali dengan Rapat Koordinasi Teknis (Rakordis),” jelas Arman, Supervisor Pusdalops BPBD di sela-sela gladi bersih simulasi bencana di Desa Garongan (4/9).
Forum Penanggulangan Risiko Bencana (FPRB) dibentuk oleh BPBD, dan diisi oleh warga. Forum ini adalah ‘panitia’ saat bencana terjadi. Masyarakat dipilih dan mencalonkan diri sebagai relawan FPRB. Isi relawan dan masyarakat terpilih ini beragam dari anak muda, orang tua, orang lanjut usia, ibu hamil, hingga ibu menyusui. Isi forum ini disimulasikan sebagai sample dari korban bencana alam.
“Saya jelas sangat setuju. Di sini kan dinyatakan potensi bencana tinggi. Desa Garongan rawan bencana gempa, lalu tsunami, dan lalu banjir juga. Biasanya kan begitu. Masyarakat yang terpilih juga selalu semangat, datang terus setiap diundang pertemuan,” ujar Imam Suhadi, Kepala Desa Garongan, saat ditemui di Balai Desa Garongan, Selasa (4/9).
Hari ini (Selasa 4/9), diadakan gladi bersih setelah sembilan kali rakordis sejak 6 Agustus lalu. Materi yang diberikan meliputi dasar-dasar penanggulangan bencana, sistem komando penanggulangan bencana, bagaimana cara melakukan assesment, menskala berbagai ancaman yang mungkin timbul, bagaimana cara melakukan pertolongan pertama, cara mengelola logistik, dan cara mengelola dapur umum.
Gladi bersih ini diikuti oleh 40 anggota FPRB, ditambah pemeran korban dan pencuri, total ada 75 orang yang berasal dari 9 padukuhan di Desa Garongan. “Antisipasi gempa ini sangat dibutuhkan. Dulu mungkin warga sendiri belum tahu bagaimana, langkahnya yang harus diambil apa saat menemui musibah. Setelah pelatihan jadi tahu,” ungkap Marsono, ketua FPRB Desa Garongan.
Masyarakat nampak senang menjalani gladi bersih ini. Walaupun penuh canda tawa, masyarakat tetap menjalani skenario dan perannya masing-masing dengan serius. Ada yang berperan sebagai orang yang pertama mengetahui, penduduk, lansia, orang tidak waras, ibu hamil, korban luka ringan, luka berat, bahkan meninggal. Untuk beberapa korban mereka bersembunyi agar simulasi pencarian lebih nyata.
Moda transportasi juga diserupakan saat peristiwa terjadi. Ada sepeda, sepeda motor, dan mobil. Gladi bersih simulasi ini berlangsung selama kira-kira satu jam. Skenario yang dipilih warga adalah gempa yang berujung tsunami. Jarak dari gempa besar ke ancaman tsunami diperkirakan kurang lebih 5 menit.
“Kami hanya fasilitator di sini. Kami biarkan agar warga berproses sendiri,” jelas Arman lagi. Skenario gempa dan tsunami dipilih sendiri oleh musyawarah warga. BPBD memberikan perhitungan real dan gambaran umum jika terjadi gempa dan tsunami. Selebihnya skenario dan lainnya dibuat warga berdasarkan pelatihan, termasuk kemungkinan terjadinya pencurian. Di akhir simulasi bencana, setiap sektor melapor pada Kepala Desa, sambil sesekali dikoreksi atau ditambahkan pihak BPBD.
Setelah gladi bersih, warga kembali berkumpul untuk mengevaluasi hasil gladi bersih. Besok (5/9) akan diadakan gladi lapangan, atau simulasi nyata bencana gempa dan tsunami. Setelah dinyatakan lulus, desa yang memiliki moto penanggulangan bencana 'Tanggap, Tangkas, Tangguh' ini akan di-launching sebagai Desa Tangguh Bencana, ditandai dengan penandatangan prasasti dan pembukaan selubung papan titel ‘Destana’