TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Sikap penolakan pembangunan bandara di Temon yang disuarakan warga dari kelompok Wahana Tri Tunggal kini mulai luruh.
Beberapa warga yang semula keras menolak kini putar haluan merelakan lahannya digunakan untuk megaproyek tersebut dan meminta adanya pengukuran ulang.
Informasi dihimpun, ada 30 warga dengan 100 bidang tanah yang meminta pengukuran dan penilaian ulang atas bangunan dan tanaman yang dimiliki di atas lahannya.
Mereka berasal dari wilayah Sidorejo dan Kretek (Desa Glagah ) serta Kragon 2 dan Munggangan 1 (desa Palihan) yang selama ini dikenal sebagai daerah basis massa warga penolak bandara.
Permintaan itu bahkan sudah ditindaklanjuti PT Angkasa Pura 1 dengan melakukan pengecekan lahan warga bersangkutan, Selasa (4/4).
Ketua WTT, Martono, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut bahwa sikap terakhir WTT adalah mempersilahkan warga yang ingin menuntut hak atas tanahnya itu dan merelakan tanahnya digunakan maupun tetap menolak pembangunan tersebut.
WTT secara organisasi menyerahkan keputusan kepada masing-masing warga pemilik lahan.
Kondisi ini sekaligus menjelaskan adanya perpecahan dalam lingkup WTT di mana anggota ada yang menginginkan penilaian ualang dan sebagian lainnya tetap bungkam menolak.
Konon, masih ada sekitar 40 rumah di wilayah terdampak bandara di Palihan dan Glagah yang pemiliknya masih dalam sikap menolak maupun bungkam belum menentukan sikap.
“Terkait hal ini sudah dirapatkan. Yang mau tetap nolak silahkan, yang mau diukur ulang ya dipersilahkan. Bagaimanapun, itu adalah hak mereka sebagai warga negara untuk di-appraisal atas bangunan dan tanamannya,” kata Martono saat mendampingi tim AP 1 dalam pengecekan lapangan bersama sejumlah tokoh WTT lainnya. (*)