Mohon perhatiannya, semua isi berita diblog ini adalah disalin dari berbagai sumber. Dan hanya sebagai arsip pribadi dan Group Komunitas Warga Kulon Progo.

Seluruh informasi termasuk iklan diblog ini bukan tanggung jawab kami selaku pemilik blog. Kami hanya Memberikan tempat kepada para pengiklan dan sebagai ,media sharing


 tarif jasa kami
KEMBALI KE HALAMAN AWAL – LC FOTOKOPI  *  TARIF JASA FOTOKOPI, PRINT, SCAN, KETIK, PRINT , DLL.   *   MELAYANI PRINT, PRINT COPY SECARA ONLINE


15 January 2015

Dua Kecamatan di Kulonprogo Endemis Malaria

KULONPROGO ( KRjogja.com)- Dua wilayah di Kabupaten Kulonprogo yakni
Kecamatan Kokap dan Girimulyo yang ada di kawasan perbukitan menoreh
merupakan daerah endemis nyamuk Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Dengan kondisi tersebut Kabupaten Kulonprogo sulit bisa terbeas dari
penyakit malaria.
Menurut Kasi Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas
Kesehatan (Dinkes) setempat Buddy Ismanto agar daerah ini tereliminasi
dari penyakit malaria maka dibutuhkan kerjasama lintas provinsi.
"Dilihat dari kasus kejadian, sesungguhnya penyakit malaria di
Kulonprogo sudah menurun drastic. Pada 2012 tercatat 241 penderita dan
pada 2013 turun jadi 137 kasus. Terakhir, 2014, jumlah penderita hanya
81 orang," katanya saat rapat kerja dengan Komisi IV DPRD Kulonprogo
di gedung dewan setempat, Rabu (14/01/2014).
Dijelaskan penanganan penyakit malaria di Kulonprogo, memang relatif
rumit dan pelik. Penyakit ini banyak dibawa nyamuk Anopheles di
wilayah Kokap dan Girimulyo. Padahal letak dua kecamatan tersebut
berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. "Butuh
penanganan lintas sektoral dalam menuntaskan masalah ini," tambahnya.
Dalam upaya mencari formulasi yang pas mengatasi kasus penyakit
malaria di daerah perbatasan tesebut, sesungguhnya Pemerintah DIY dan
Pemerintah Propinsi Jateng telah duduk bersama. Tapi paktanya kasus
penyakit malaria hingga kini belum bisa dituntaskan. Apalagi pada 2014
di Purowrejo masih ada sekitar 700 penderita sementara juru malaria
desa (JMD) hanya 20 orang dengan waktu kerja empat bulan. "Khusus di
Kulonprogo, jumlah JMD sudah banyak dan aktif melakukan
pemberantasan," jelasnya.
Untuk kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kulonprogo juga telah
mengalami penurunan. Pada 2013 ada 144 kasus, maka pada 2014 tinggal
120 kasus. "Hanya saja pasien yang meninggal justru meningkat dari
satu pasien menjadi dua orang," terangnya.
Wakil Direktur Pelayanan Medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates dr
Wintarto menjelaskan, jumlah pasien yang menjalani rawat inap di rumah
sakit tersebut cukup tinggi. Hal tersebut berkat adanya kemudahan
layanan kesehatan baik yang diampu dengan Jamkesmas, Jamkesda dan
keterangan warga miskin maupun jaminan kesehatan lainnya.
"Konsekuensinya banyak warga memiliki kesadaran tinggi untuk
memeriksakan kesehatannya di rumah sakit. Ironisnya masih ada pasien
yang secara medis boleh pulang tapi mereka malah ngotot ingin opname.
Salah satu alasan mereka enggan meninggalkan rumah sakit karena semua
tetangga belum besuk," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IV dari Fraksi PDI Perjuangan
Edi Priyono mengatakan perlu adanya pembangunan mental bagi
masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat harus terus
disosialisakan. "Jika perlu dinas melakukan pengawasan kepada pedagang
makanan yang ada di sekolah. Sebab masih banyak makanan kurang sehat
dijual bebas di lingkungan sekolah," ungkapnya.(Rul)
Share:

BERITA KULON PROGO TERBARU

SITEMAP

Archive